Selasa, 18 Juni 2013

EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Merrill) PADA MENCIT PUTIH JANTAN GALUR DDY DENGAN METODE GELIAT DAN RANGSANG PANAS

EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA
(Gynura procumbens Merrill) PADA MENCIT PUTIH JANTAN
GALUR DDY DENGAN METODE GELIAT DAN RANGSANG PANAS
E. Mulyati Effendi, Hera MAheshwari, Dyah Puji Utami Putri
Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK
ABSTRAK
Bentuk sediaan yang digunakan dalam beberapa penelitian sambung
nyawa adalah infusa. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk membuat
sediaan dalam bentuk ekstrak, dan diharapkan zat aktif yang dibutuhkan sebagai
analgetik dapat terlarut dalam penyari sehingga meningkatkan efek analgetik dari
daun sambung nyawa. Penelitian dilakukan terhadap 48 ekor mencit putih jantan
galur ddy yang dikelompokkan menjadi enam kelompok perlakuan dengan dua
metode yaitu metode geliat yang diinduksi nyeri oleh asam asetat 0.5 % dosis 50
mg/kg BB dan rangsang panas yang diinduksi oleh Hot Plate pada suhu
30OC ± 1 OC. Kelompok I adalah kelompok kontrol negative akuades 20 ml/kg
BB, kelompok II adalah kelompok kontrol positif suspensi asam mefenamat 0.5 %
dosis 65 mg/kg BB (metode geliat) dan suspensi tramadol 0.4578 %. dengan dosis
6.5 mg/kgBB (metode rangsang panas), kelompok II, III, IV, V, VI diberi
perlakuan ekstrak kental daun sambung nyawa dengan dosis 0.83, 1.67, 2.5, 3.33
g/kg BB. Pengamatan terhadap metode geliat adalah kumulatif geliat tubuh mencit
selama 60 menit, dan untuk metode rangsang panas adalah kumulatif jilatan kaki
depan atau belakang selama 1 menit. Hasil yang diperoleh dari kedua metode
dianalisa dengan ANOVA metode RAL dilanjutkan dengan Uji Duncan. Pada
metode geliat dengan dosis 0.83 g/kg BB, 1.67 g/kg BB, 2.5 g/kg BB dan 3.33
g/kg BB secara statistik memiliki efek analgetik yang sama dengan asam
mefenamat adalah dosis 3.33 g/kg BB sedangkan pada metode rangsang panas
secara statistik ekstrak etanol daun sambung nyawa tidak memiliki pen garuh yang
nyata untuk menghasilkan efek analgetik kuat.
Kata kunci : efek analgetik, daun sambung nyawa, mencit
PENDAHULUAN
Pengembangan obat asli di Indonesia
memiliki potensi yang baik karena
bahan baku berupa kekayaan flora,
fauna dan mineral yang tersedia
cukup melimpah. Salah satu
kekayaan flora Indonesia adalah
sambung nyawa (Gynura
procumbens Merril) yang telah
dikenal oleh masyarakat sebagai
antipiretik. Menurut Pudjiastuti dan
Hendarti
(1999) infusa daun sambung nyawa
berkhasiat sebagai antipiretik dan
analgetik pada marmot dengan dosis
40 mg/kg BB. Bentuk sediaan yang
digunakan dalam beberapa penelitian
sambung nyawa adalh infusa. Oleh
karena itu penelitian ini
dimaksudkan untuk membuat
sediaan dalam bentuk ekstrak dan
diharapkan zat aktif yang dibutuhkan
sebagai analgetik dapat terlarutdalam penyari sehingga
meningkatkan efek analgetik dari
daun sambung nyawa.
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui efek
analgetik ekstrak etanol daun
sambung nyawapada mencit putih
jantan, dan untuk mengetahui
golongan analgetik daun sambung
nyawa dengan metode geliat dan
rangsang panas.
Dari uraian di atas dapat
diambil hipotesis bahwa pemberian
dosis bertingkat ekstrak etanol daun
sambung nyawa berpengaruh sebagai
analgetik pada mencit dan pemberian
ekstrak etanol daun sambung nyawa
memperlihatkan salah satu golongan
analgetik.
Sambung nyawa sering
disebut daun dewa, atau sebaliknya.
Namun umbi diterima sebagai
penciri utama antara sambung nyawa
dengan daun dewa. Sambung nyawa
adalah daun dewa tidak berumbi,
sedangkan daun dewa adalah
sambung nyawa berumbi
(Winarto,2003). Menurut Materia
Medika Indonesia jilid V (1989)
daun sambung nyawa adalah daun
Gynura procumbens Merrill, suku
Compositae.
Nyeri merupakan gejala
penyakit atau kerusakan yang paling
sering terjadi. Nyeri menurut tempat
terjadinya dibagi atas nyeri somatik
dan nyeri viseral. Nyeri somatiK
dibagi lagi menjadi dua kualitas yaitu
nyeri permukaan dan nyeri dalam,
apabila rangsang bertempat dalam
kulit maka rasa nyeri yang terjadi
disebut nyeri permukaan, sedangkan
apabila rangsang bertempat pada
otot, persendian, tulang dan jaringan
ikat disebut nyeri dalam.
Rasa nyeri menurut
kualitasnya dibagi menjadi dua yaitu
nyeri cepat dan nyeri lambat. Bila
nyeri timbul setelah 0.1 detik
pemberian stimulus maka nyeri ini
disebut nyeri cepat, sedangkan jika
nyeri timbul dalam waktu lebih dari
0.1 detik setelah pemberian stimulus
maka nyeri ini disebut nyeri lambat
(Guyton dan Hall,1997).
Analgetik adalah senyawa
yang dalam dosis terapuetik
meringankan atau menekan rasa
nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi
umum (Mutschler, 1991).
Berdasarkan potensi kerja,
mekanisme kerja dan efek samping
analgetik dibedakan dalam dua
kelompok (Mutschler, 1991; Tan dan
Rahardja, 1991) yaitu: analgetik
yang berkhasiat kuat, bekerja pada
pusat (hipnoanalgetik, kelompok
opiat) dan analgetik yang berkhasiat
lemah sampai sedang, bekerja
terutama pada perifer dengan sifat
antipiretika dan kebanyakan juga
mempunyai sifat antiinflamasi dan
antireumatik.
Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai
obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan (Depkes RI,
1985).Maserasi merupakan cara
penyarian sederhana dengan
merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari (Depkes RI, 1986).
Ekstrak adalah sediaan pekat
yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (DepKes
RI,1995).
Selain itu daun sambung
nyawa telah diteliti sebagai
penghambat proses angiogenesis
dengan metode choriallantoic chick
embryo (CAM) dan kornea mata
tikus (Mulyadi, 1989 ;
Puspitasari,dkk, 2003). Kemudian
penelitian-penelitian tentang daun
sambung nyawa telah banyak
dilakukan sebagai analgesic,
antipiretik, antiinflamasi di ginjal,
dan sebagai antidiabetes (Nugroho
dkk, 1997)
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan
daun sambung nyawa (Gynura
procumbens Merrill) yang diperoleh
dari BALITTRO (bagian daun yang
digunakan adalah daun tua), mencit
putih jantan galur ddy berat 18-22 g
sebanyak 54 ekor, asam mefenamat,
tramadol kapsul yang mengandung
tramadol 50 mg tramadol, asam
asetat glacial, akuades, etanol 70 %.
Alat-alat yang digunakan
meliputi sonde, alat suntik, jam,
stopwatch, timbangan analitik,
timbangan mencit, rangkaian hot
plate, serta alat-alat gelas yang lazim
digunakan di laboratorium.
Tahapan Kerja
1. Uji pendahuluan asam asetat
dilakukan untuk menetapkan
kriteria geliat dengan
karakteristik tubuh mencit yang
mengempiskan perutnya dan
menarik dua kaki belakangnya
sehingga badannya terlihat
memanjang. Konsentrasi asam
asetat yang diuji adalah 0.5 %
dan 0.25 % dengan dosis 50
mg/kg masing-masing 3 ekor
mencit. Geliat dihitung setiap 5
menit selama 60 menit.
2. Uji pendahuluan dosis ekstrak
yang diberikan pada 2 ekor
mencit untuk setiap dosis yaitu
2.5, 5, 7.5, 10 g/kg BB selama
60 menit.
3. Uji daya analgetik ekstrak
dibagi menjadi dua:
A. Analgetik lemah
Pengujian dilakukan dengan metode
geliat dimana mencit dikelompokkan
secara acak dalam 6 kelompok yaitu
1. Kelompok kontrol negatif, 4 ekor
mencit diberi akuades dengan
dosis 20 mL/kg BB.
2. Kelompok kontrol positif, 4 ekor
mencit diberi suspensi asam
mefenamat 65 mg/kg BB
dengan pensuspensi tween 80 0.1
%.
3. Kelompok Uji I, 4 ekor mencit
diberi ekstrak daun sambung
nyawa dosis 0.83 g/kg BB.
4. Kelompok Uji II, 4 ekor mencit
diberi ekstrak daun sambung
nyawa dosis 1.67 g/kg BB.
5. Kelompok Uji III, 4 ekor mencit
diberi ekstrak daun sambung
nyawa dosis 2.5 g/kg BB.
6. Kelompok Uji IV, 4 ekor mencit
diberi ekstrak daun sambung
nyawa dosis 3.33 g/kg BB.Sebelum diperlakukan mencit,
diadaptasikan pada tempat dan
kondisi yang sama sekurangkurangnya 3 minggu. Setelah melalui
proses adaptasi, mencit dipersiapkan
untuk digunakan dengan
mempuasakan kurang lebih 12 jam.
Mencit diberi penimbul rasa nyeri
secara intraperitoneal, setelah itu 15
menit kemudian diberi perlakuan
dosis tunggal peroral. Jumlah
kumulatif geliat selama 60 menit
dihitung untuk metode geliat.
B. Analgetik kuat
Pengujian dilakukan dengan metode
rangsang panas dimana mencit
dikelompokkan secara acak menjadi
6 kelompok yaitu :
1. Kelompok kontrol negatif, 4 ekor
mencit diberi akuades dengan
dosis 20 mL/kg BB.
2. Kelompok kontrol positif, 4 ekor
mencit diberi larutan tramadol
dosis 6.5 mg/kg BB.
3. Kelompok Uji I, 4 ekor mencit
diberi ekstrak etanol daun
sambung nyawa dosis 0.83 g/kg
BB.
4. Kelompok Uji II, 4 ekor mencit
diberi ekstrak etanol daun
sambung nyawa dosis 1.67 g/kg
BB.
5. Kelompok Uji III, 4 ekor mencit
diberi ekstrak etanol daun
sambung nyawa dosis 2.5 g/kg
BB.
6. Kelompok Uji IV, 4 ekor mencit
diberi ekstrak etanol daun
sambung nyawa dosis 3.33 g/kg
BB.
Sebelum diperlakukan mencit,
diadaptasikan pada tempat dan
kondisi yang sama sekurangkurangnya 3 minggu. Setelah melalui
proses adaptasi, mencit dipersiapkan
untuk digunakan dengan
mempuasakan kurang lebih 12 jam.
Lalu disiapkan lempeng panas
dengan suhu 30oC, 15 menit
kemudian diberi perlakuan dosis
tunggal peroral. Reaksi menjilat kaki
belakang atau depan mencit dihitung
selama 60 detik (sebagai cut off time)
untuk metode rangsang panas.
Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah 1. Jumlah
kumulatif geliat mencit dari semua
kelompok perlakuan dicatat sebagai
data yang dihasilkan untuk metode
geliat. 2. Jumlah reaksi menjilat kaki
depan atau belakang dalam detik dari
semua kelompok perlakuan dicatat
sebagai data yang dihasilkan untuk
metode rangsang panas.
Rancangan Percobaan
Analisa data mengenai
efektivitas ekstrak etanol daun
sambung nyawa terhadap rangsangan
nyeri dilakukan dengan cara statistik
menggunakan analisis variasi
(ANOVA) metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie,
1991).
a.) Faktor perlakuan pemberian
ekstrak daun sambung nyawa
dengan metode geliat. 5 g/kg
BB.
A1 : Kontrol negatif akuades
dengan dosis 20 mL/kg BB.
A2 : Kontrol positif suspensi
asam mefenamat dosis 65 mg/kg
BB.
A3 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 0.83 g/ kg BB.
A4 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 1.67 g/kg BB.
A5 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 2.5 g/ kg BB.
A6 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 3.33 g/kg BB.b.) Faktor perlakuan pemberian
ekstrak daun sambung nyawa
dengan metode rangsang
panas.
B1 : Kontrol negatif akuades
dengan dosis 20 mL/kg BB.
B2 : Kontrol positif suspensi
tramadol dosis 6.5 mg/kg BB.
B3 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 0.83 g/ kg BB.
B4 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 1.67 g/kg BB.
B5 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 2.5 g/kg BB.
B6 : Dosis ekstrak daun sambung
nyawa 3.33 g/kg BB.
Bila uji F menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P <
0.05) maka untuk melihat adanya
perbedaan antar perlakuan dilakukan
uji lanjut dengan uji Duncan.
Model matematis :
Yij = μ + ti + eij
Keterangan :
Yij : Renspon terhadap
perlakuan faktor ke i dan
faktor ke j pada ulangan
ke-k.
μ : Rata-rata respon/umum.
ti : Efek dari pengaruh faktor
perlakuan pada taraf ke i.
eij : Pengaruh faktor random
terhadap perlakuan ke i
pada kelompok ke j.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil uji pendahuluan
asam asetat diperoleh jumlah geliat
terbanyak adalah asam asetat dengan
konsentrasi 0.5 %, sedangkan hasil
uji pendahuluan pada dosis ekstrak
didapatkan mencit mati pada dosis
7.5 dan 10 g/kg BB sehingga dosis
diturunkan sebanyak 1/3 kalinya.
Dan berikut adalah hasil pengamatan
uji daya analgetik.
A. Uji Daya Analgetik
Hasil pengamatan yang
diperoleh pada metode geliat ini
adalah jumlah reaksi geliat tubuh
mencit dalam waktu 1 jam. Jumlah
geliat mencit pada masing-masing
perlakuan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah geliat pada
masing-masing perlakuan selama 1
jam
Perlakuan Ulangan Jumlah
Geliat
Rata-
1 2 3 4 rata
Akuades
20 ml/kg
BB
(K-)
173 160 177 187 697 174.3
bcde
Asam
Mefenamat
65 mg/kg
BB
(K+)
110 55 119 45 329 82.25
b
0.83 g/kg
BB
(A1)
134 145 134 144 529 132.2
5
bcd
1.67 g/kg
BB
(A2)
104 101 158 121 488 122bcd
2.5 g/kg BB
(A3) 92 100 56 127 375 93.75bc
3.33 g/kg
BB
(A4)
50 49 40 36 175 43.75a
Keterangan : Huruf superkrip yang
sama pada kolom yang sama
menunjukkan pengaruh yang tidak
beda nyata (P>0.05)
Pada Tabel 3 perlakuan A4 (3.33
g/kg BB) menunjukkan jumlah geliat
yang paling sedikit dari perlakuan
A3 (2.5 g/kg BB), A2 (1.67 g/kg
BB), A1 ( 0.83 g/kg BB), kontrol
positif (asam mefenamat 65 mg/kg
BB) dan kontrol negatif (akuades 20
ml/kg BB). Secara keseluruhan
jumlah geliat yang ditimbulkan pada
masing-masing perlakuan
menunjukkan penurunan dengan
semakin tingginya pemberian dosis
ekstrak, namun jika dilihat dari
respon mencit terhadap jumlah geliatsetiap 5 menit selama 1 jam terjadi
fluktuasi. Hal ini dikarenakan
penilaian nyeri dan daya tahan tubuh
masing-masing mencit berbeda-beda.
Karakteristik dari mencit yang
sedang menggeliat adalah ditandai
dengan kaki belakang menarik ke
belakang sehingga tubuh mencit
terlihat memanjang dan perut mencit
mengempis. Kondisi ini dapat
tergambarkan pada Gambar 2.
b a
Gambar 2. Kondisi Mencit Pada Saat
Geliat. a. Perut Mengempis b. Kaki
Belakang Ditarik Ke Belakang.
Hasil uji Duncan ternyata A4 (3.33
g/kg BB) menunjukkan jumlah geliat
yang paling sedikit dan beda nyata
pengaruhnya terhadap kontrol positif
(asam mefenamat 65 mg/kg BB), dan
sangat nyata terhadap A3 (2.5 g/kg
BB), A2 (1.67 g/kg BB), A1 (0.83
g/kg BB). Sehingga perlakuan A4
(3.33 g/kg BB) memiliki efek
analgetik yang lebih baik
dibandingkan dengan asam
mefenamat sebagai kontrol positif.
Pada perlakuan A3 (2.5 g/kg BB)
menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata terhadap kontrol positif (asam
mefenamat 65 mg/kg BB), sehingga
pada dosis ini memperlihatkan
pengaruh yang sama terhadap efek
analgetik yang dihasilkan oleh asam
mefenamat. Dengan adanya jumlah
geliat yang semakin sedikit dapat
diketahui bahwa nyeri yang
dirasakan oleh mencit berkurang
sehingga ekstrak etanol daun
sambung nyawa mempunyai khasiat
sebagai analgetik.
B. Uji Daya Analgetik Kuat
Hasil pengamatan yang diperoleh
pada metode rangsang panas adalah
jumlah jilatan kaki depan atau
belakang mencit dalam waktu 1
detik. Kondisi mencit yang sedang
menjilat kakinya depan atau kaki
belakang sebagai indikasi dari
rangsang panas dapat dilihat pada
Gambar 3 di bawah ini. Jumlah
jilatan pada masing-masing
perlakuan selama 1 detik disajikan
dalam Tabel 5.
Gambar 3. Kondisi Mencit Pada Saat
Menjilat Kaki Depan
Tabel 5. Data pengamatan uji daya
analgetik kuat
Perlakuan Ulangan Total
Jilatan 1 2 3 4
Akuades
20 ml/kg BB
(K-)
9 5 5 6 22
Tramadol
6.5 mg/kg
BB
(K+)
6 4 6 4 20
0.83 g/kg BB
(B1) 5 4 6 4 19
1.67 g/kg BB
(B2) 4 4 10 2 20
2.5 g/kg BB
(B3) 9 8 6 3 26
3.33 g/kg BB
(B4) 10 8 8 7 33
Dari Tabel 5 di atas
perlakuan B1 (0.83 g/kg BB) ekstrak
daun sambung nyawa mempunyaijumlah jilatan yang lebih sedikit
dibanding dengan seluruh perlakuan.
Pada dosis ini sudah terlihat
penurunan jumlah jilatan kaki jika
dibandingkan dengan jumlah jilatan
pada kontrol positif dan kontrol
negatif. Pada perlakuan B2 (1.67
g/kg BB) ekstrak daun sambung
nyawa jumlah jilatan lebih
meningkat dibanding BI (0.83 g/kg
BB), namun masih di bawah jumlah
jilatan kontrol negatif. Pada
perlakuan B3 (2.5 g/kg BB) dan
perlakuan B4 (3.33 g/kg BB) jumlah
jilatan terus meningkat jika
dibandingkan dengan seluruh
perlakuan.
Data-data yang diperoleh dari
uji daya analgetik kuat dianalisa
secara statistik, namun hasil uji F
menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0.05). Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak daun
sambung nyawa tidak berpotensi
sebagai analgetik kuat dikarenakan
komponen-komponen yang terdapat
pada ekstrak daun sambung nyawa
tidak berinteraksi dengan reseptor
opiat. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak etanol daun sambung
nyawa hanya berkhasiat sebagai
analgetik lemah.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah bahwa:
 Ekstrak etanol daun sambung
nyawa berkhasiat sebagai
analgetik lemah dengan dosis
optimum 3.33 g/kg BB.
 Ekstrak etanol daun sambung
nyawa tidak berkhasiat sebagai
analgetik kuat.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia, Volume I. Jakarta :
BPOM RI. Hlm 86-87.
DepKes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia.
Jakarta : DepKes RI. Hlm 1.
. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta :
DepKes RI. Hlm 10-16.
. 1989. Materia Medika Indonesia,
Jilid V. Jakarta : DepKes RI.
Hlm 245- 247.
. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.
Jakarta : DepKes RI Hlm 7, 1036.
Guyton, Arthur C dan Hall, John E. 1997. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, Edisi IX. Alih
Bahasa. Irawati Setiawan. Jakarta : EGC.
Hlm 761.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia,Jilid
IV. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Hlm 2127.
Mulyadi. 1989. Deteksi Asparaginase Daun Sambung
Nyawa Laporan Penelitian. Majalah
Farmasi Indonesia 15 (4).Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM. Hlm 158.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, Edisi V.
Penerjemah. Dr. Mathilda B. Widianto dan
Dr Anna Setiadi Ranti. Bandung : Institut
Teknologi Bandung. Hlm 177.
Nugroho, Y. A, Wahjoedi, B, dan Chozin A. 1997.
Informasi Penelitian Farmakologi dan
Fitokimia Daun Dewa (Gynura procumbens
(Lour) Merr) Prosiding Seminar
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XII. Majalah Farmasi Indonesia 15 (4).
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Hlm 158.
Ningsih, R. K. 2002. Pengaruh Infusa Daun Dewa
(Gynura procumbens (Lour)Merr)
terhadap Volume Udema Kaki Tikus Putih
Yang Diinduksi Karagenin. Majalah
Farmasi Indonesia 15 (4). Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada. Hlm 158.
Nugroho, A. E. 2003. Efek Analgetik Infusa Daun
Sambung Nyawa Terhadap Mencit Galur
DDY. Pharmacon Vol 4. No 2. Surakarta :
Farmasi UMS Surakarta. Hlm 77- 83.
Pudjiastuti dan Hendarti, N. 1999.
Penelusuran Beberapa Tanaman Obat
Berkhasiat Sebagai Analgetik. Jakarta :
Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Hlm 20-22.
Puspitasari, I, Murwanti, R, dan Meiyanto, E. 2003.
Antiangiogenic Daun Sambung Nyawa

1 komentar: