Selasa, 18 Juni 2013

FORMULASI KRIM MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val & Zijp): UJI SIFAT FISIK DAN DAYA ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

FORMULASI KRIM MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma
heyneana Val & Zijp): UJI SIFAT FISIK DAN DAYA ANTIJAMUR
TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO
FORMULATION CREAM CONTAINING ESSENTIAL OIL OF Curcuma heyneana :
PHYSICAL CHARACTERISTICS TEST AND IN VITRO ANTIFUNGAL ACTIVITY
AGAINST Candida albicans
Dewi Rahmawati, Anita Sukmawati dan Peni Indrayudha*)
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
 Minyak atsiri rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val & Zijp) berkhasiat sebagai antijamur
terhadap Candida albicans dengan kadar hambat minimal (KHM) 0,25% v/v. Sifat minyak atsiri yang mudah
menguap menyebabkan daya melekat pada kulit kurang optimal, sehingga perlu diformulasi dalam bentuk
krim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi krim A/M dan M/A minyak atsiri
rimpang temu giring terhadap sifat fisik dan daya antijamur terhadap Candida albicans. Minyak atsiri
diperoleh dengan destilasi uap dan air (water and steam destillation). Krim dibuat dalam 2 tipe yaitu
minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M) dengan konsentrasi minyak atsiri 10%. krim diuji sifat
fisik (viskositas, daya menyebar, kemampuan proteksi, daya melekat, pH), dan uji daya antijamur terhadap
Candida albicans secara in vitro. Pengamatan terhadap daya hambat jamur dilakukan setelah diinkubasi
selama 48 jam dan diukur diameter zona hambatannya. Analisis data dengan anava satu jalan dilanjutkan
uji t-LSD dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim minyak atsiri rimpang
temu giring tipe A/M memiliki viskositas lebih besar daripada tipe M/A. Daya menyebar dan daya proteksi
krim M/A lebih baik daripada krim A/M. Daya melekat krim A/M lebih lama daripada krim M/A. Krim M/A
dan A/M memiliki pH 6-7. Krim minyak atsiri rimpang temu giring M/A memiliki daya antijamur terhadap
Candida albicans yang lebih baik daripada krim A/M, dengan diameter zona hambatan secara berturutturut 1,84±0,071 cm dan 1,70±0,074 cm.
Kata kunci : minyak atsiri, Curcuma heyneana, krim, M/A, A/M
ABSTRACT
 Essential oil of Curcuma heyneana Val & Zijp has antifungal activity against Candida albicans with
minimum inhibitory concentration (MIC) 0.25% v/v. Characteristic of essential oil is easy to evaporate from
the skin surface. Therefore, it should be formulated in cream. The research aims to know influence of cream
formulations of Curcuma heyneana oil toward physical characteristics and antifungal activity against
Candida albicans. Essential oil was obtained by water and steam destillation. Cream were made into oil in
water base (O/W) and water in oil base (W/O) containing 10% of Curcuma heyneana oil. Cream were tested
for physical characteristics (such as viscosity, spreadability, protection ability, adhesive time, pH) and also in
vitro antifungal activity against Candida albicans. Observation for antifungal activity was done after
incubation for 48 hours. Data for physical characteristics and antifungal activity were analyzed using one
way anava and continued with t-LSD test (p=0,95). The research indicated that W/O cream containing
Curcuma heyneana oil had higher viscosity than O/W cream. Spreadability and protection ability O/W cream
was better than W/O cream. Adhesive time of W/O cream was longer than O/W cream. Both of O/W and
W/O cream had pH level of 6-7. O/W cream containing Curcuma heyneana oil had better inhibition zone
against Candida albicans than cream W/O, they were 1.84±0.071 cm and 1.70±0.074 cm, respectively.
Key word: essential oil, Curcuma heyneana, cream, M/A, A/M Peni Indrayudha
Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010 57
PENDAHULUAN
Infeksi jamur banyak ditemukan di daerah
tropis dengan kelembaban tinggi. Pada tahun
1999-2003 dilakukan penelitian di singapura dan
ditemukan sebanyak 12.903 kasus infeksi jamur
dan 1430 (11,1%) disebabkan oleh Candida
albicans (Tan, 2005).
Penyakit yang sering muncul adalah
keputihan. Tahun 1980 di Jakarta dilaporkan
sebanyak 39,3% dan tahun 2001 di Medan
sebanyak 80% pasien menderita keputihan
(Darmani, 2003), karena terjadi peningkatan
insidensi keputihan di Indonesia sehingga
diperlukan alternatif pengobatan lain baik dengan
obat tradisional maupun obat-obat sintetis.
Salah satu obat tradisional yang berkhasiat
sebagai antijamur adalah rimpang temu giring,
Minyak atsirinya mempunyai aktivitas antijamur
terhadap Candida albicans dengan kadar hambat
minimal (KHM) 0,25% v/v (Nurcahyo, 2003).
Penggunaan minyak atsiri secara langsung pada
kulit tidak praktis dan sifat minyak atsiri yang
mudah menguap menyebabkan daya melekat pada
kulit kurang optimal. Oleh karena itu, perlu dibuat
sediaan yang cocok agar mudah digunakan. Salah
satu alternatif sediaan yang dapat digunakan
untuk pengobatan anti jamur adalah sediaan
topikal misalnya krim. Krim lebih mudah
menyebar rata dan sedikit berminyak sehingga
lebih mudah dibersihkan, tidak lengket dan lebih
disukai dari pada salep (Ansel, 1989). Selain itu,
krim juga dapat menyejukkan bagian yang yang
meradang, mengurangi rasa gatal dan rasa sakit
(Clayton, 1996).
Pelepasan bahan obat dari basis
dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia baik dari
basis maupun dari bahan obatnya, kelarutan,
viskositas, ukuran partikel, dan formulasi (Aulton,
2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Wicaksono (2005) bahwa perbedaan viskositas
krim minyak atsiri rimpang temu kunci
(Boesenbergia pandurata (Roxb) Schletcher)
berpengaruh terhadap sifat fisik dan daya
antijamur terhadap Candida albicans secara in
vitro, semakin besar viskositas krim, daya
menyebar krim akan semakin kecil, daya melekat
akan naik dan daya antijamur terhadap Candida
albicans juga berkurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh formulasi krim A/M dan M/A minyak
atsiri rimpang temu giring terhadap sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans.
METODOLOGI
Bahan
Minyak atsiri rimpang temu giring, cera
alba, parafin liq, natrium tetraborat, aquadest,
asam stearat, gliserin, trietanolamin (TEA), jamur
Candida albicans, media agar sabouraud, standart
Mc. Farland.
Alat
Mortir dan stamper, refraktometer,
viskostester VT-RION, autoclave, inkubator, alat
destilasi uap dan air, alat uji daya menyebar, alat
uji daya melekat, alat uji daya proteksi,
piknometer, alat-alat gelas, cawan porselen,
neraca timbang, pemanas air, batang pengaduk,
gelas ukur ,spreader glass, cork borer.
Jalannya penelitian
Determinasi tanaman
Determinasi dilakukan di B2P2TO2T (Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional) Tawangmangu,
Karanganyar, Jawa Tengah. Menggunakan buku
acuan “FLORA OF JAVA” (Backer, 1991), dengan
cara mencocokkan ciri-ciri tanaman tersebut
dengan yang ada dalam pustaka.
Penyiapan bahan
Rimpang temu giring yang digunakan
diperoleh dari B2P2TO2T. Waktu panen pada
bulan desember 2008 dengan umur tanaman 1
tahun. Rimpang temu giring yang telah dipanen
kemudian dicuci dan diiris tipis (kurang lebih
0,5 cm).
Destilasi minyak atsiri
Sebanyak 3 kg rimpang temu giring
dimasukkan ke dalam dandang alumuniun yang
telah diisi dengan 5 liter air dan dihubungkan
dengan alat modifikasi Clavenger. Alat tersebut
dipanaskan dengan kompor gas sampai
penyulingan selesai. Penyulingan dihentikan
setelah tidak ada minyak atsiri yang menetes.
Minyak atsiri dikumpulkan menjadi satu dan
diberi Natrium sulfat anhidrat untuk
menghilangkan tapak-tapak air. Minyak atsiri yang
diperoleh disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat dan terlindung dari cahaya.
*Korespondensi : Peni Indrayudha
 Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
 Surakarta
 email: peni.indrayudha@gmail.com FORMULASI KRIM MINYAK ATSIRI...............
58 Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010
Uji sifat fisika minyak atsiri
Penetapan bobot jenis. Penetapan bobot
jenis minyak atsiri rimpang temu giring digunakan
piknometer 10 mL. Piknometer dibersihkan
dengan aseton dan dikeringkan kemudian
ditimbang. Piknometer diisi dengan aquadest,
didinginkan dalam wadah yang berisi es sampai
suhu 23° C. Apabila terjadi penyusutan cairan
selama pendinginan maka ditambahkan lagi
aquadest sampai penuh kemudian piknometer
diangkat dan suhunya dinaikkan sampai 25° C,
setelah mencapai suhu 25° C ujung kapiler dari
piknometer ditutup dan ditimbang setelah
mencapai suhu kamar dengan bagian luar
piknometer dibersihkan, piknometer dikosongkan
dan dibersihkan dengan aseton lalu ditimbang.
Piknometer diisi dengan minyak atsiri rimpang
temu giring dan dikerjakan dengan cara yang
sama seperti pengerjaan aquadest di atas pada
suhu yang sama pula.
Penetapan indeks bias. Alat yang digunakan
adalah refraktometer Hand Type N-3 penutup
prismanya dibuka dan pada bagian prismanya
dibersihkan dengan kertas tissue yang dibasahi
alkohol. Minyak atsiri diteteskan sebanyak 1-2
tetes diatas permukaan prisma sampai merata
kemudian ditutup kembali. Indeks bias dibaca
pada lingkaran skala yang berupa garis
perpotongan gelap dan terang, nilai indeks bias
dalam harga persen (%).
Pembuatan krim minyak atsiri rimpang temu
giring (curcuma heyneana)
Cara membuat krim tipe A/M (Cold cream).
Fase minyak (cera alba, cetaceum, parafin liq) dan
fase air (Natrium tetraborat, aquadest) dipanaskan
di atas penangas air sampai suhu 65° C dan
melebur sempurna. Fase air dimasukkan dalam
fase minyak sedikit demi sedikit dan diaduk
sampai suhu 25° C dan terbentuk massa krim.
Dimasukkan minyak atsiri rimpang temu giring ke
dalam mortir dan diaduk sampai homogen. Krim
dimasukkan dalam wadah yang cocok dan
terturup rapat.
Cara membuat krim tipe M/A (Vanishing
cream). Fase minyak (asam stearat) dan fase air
(aquadest, gliserin, natrium tetraborat, TEA) di
atas penangas air sampai suhu 55º C. Fase minyak
dimasukkan ke dalam fase air sedikit demi sedikit
dengan diaduk sampai suhu 25° C dan terbentuk
massa krim. Dimasukkan minyak atsiri rimpang
temu giring ke basis krim yang telah terbentuk
dan diaduk sampai homogen. Dimasukkan dalam
wadah yang cocok dan tertutup rapat.
Uji sifat fisik krim
Uji viskositas. Sebanyak 100 gram krim
diukur secara langsung dengan menggunakan alat
Rion Rotor Viskotester VT-04. Viskositas dilihat
pada skala dalam alat setelah tercapai kestabilan.
Uji daya menyebar. Ditimbang 0,5 gram
krim, diletakkan di tengah cawan petri yang
berada dalam posisi terbalik. Diletakkan cawan
petri yang lain diatas krim, dibiarkan 1 menit.
Diukur diameter krim yang menyebar.
Ditambahkan 50 gram beban tambahan,
didiamkan 1 menit. Dicatat diameter krim yang
menyebar. Diulangi masing-masing 5 kali untuk
setiap krim yang diperiksa.
Uji kemampuan proteksi. Diambil kertas
saring (10x10 cm) dibasahi dengan fenolftalein
dan dikeringkan. Ditimbang krim sebanyak
1 gram, krim dioleskan diatas kertas tersebut.
Pada kertas saring yang lain dibuat suatu area
(2,5x2,5 cm) dibuat pematang pada pinggir area
tersebut dengan parafin padat yang dilelehkan.
Ditempelkan kertas saring ini di atas kertas saring
sebelumnya. Diteteskan larutan KOH 0,1 N pada
area tersebut. Diamati ada tidaknya noda pada
waktu 15, 30, 45, 60 detik, 3 dan 5 menit, jika
tidak ada noda berarti krim memberikan proteksi.
Diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing
tipe krim.
Uji daya melekat. Ditimbang krim 0,25 gram
diletakkan di atas gelas obyek yang telah
ditentukan luasnya. Diletakkan gelas obyek yang
lain di atas krim tersebut. Ditekan dengan beban 1
kg selama 5 menit. Dipasang gelas obyek pada alat
tes. Dilepas beban seberat 80 gram. Dicatat
waktunya hingga kedua gelas obyek tersebut
terlepas. Diulangi sebanyak 5 kali untuk masingmasing tipe krim.
Uji pH. Pengujian pH krim menggunakan pH
indikator universal. Kertas pH indikator universal
dimasukkan ke dalam salep kemudian dicocokkan
warna indikator dengan standart warna pH
indikator yang tertera pada wadahnya.
Uji daya antijamur krim terhadap Candida
albicans secara in vitro.
Preparasi media. Ditimbang 6,5 gram media
kemudian dilarutkan ke dalam 100 mL aquadest,
setelah itu disterilisasi menggunakan autoclave
pada suhu 121° C dengan tekanan 1 atm selama
20 menit. Pembiakan jamur. Biakan jamur Candida
albicans diambil dengan ose kemudian dioleskan
pada tabung berisi media Sabouraud, disimpan
pada suhu 28° C selama 24 jam kemudian diamati
pertumbuhan jamurnya. Peni Indrayudha
Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010 59
Penyiapan suspensi jamur Candida albicans.
Diambil satu ose jamur dari biakan Candida
albicans pertumbuhan 24 jam, kemudian
disuspensikan ke dalam 3 mL NaCl steril 0,9 %
sampai homogen, disesuaikan dengan standard Mc
Farland (108) CFU. Dari suspensi tersebut
kemudian diencerkan 1:100 menjadi 106 CFU.
Diambil 150 µL dimasukkan dalam petri,
kemudian diratakan dengan spreader glass.
Uji pelepasan zat aktif. Pada media yang
telah berisi jamur, dalam satu petri dibuat 4
sumuran menggunakan sterile cork borer dengan
diameter 8 mm, 2 sumuran diisi basis krim tanpa
minyak atsiri sebagai kontrol, 2 sumuran diisi
krim yang mengandung minyak atsiri rimpang
temu giring 10% b/b, krim yang dimasukkan ke
dalam sumuran bobotnya sama sebesar 150 mg
(bobot yang diperoleh setelah dilakukan orientasi
jumlah krim yang dapat masuk dalam sumuran).
Satu petri yang lain dibuat 1 sumuran berisi
kontrol minyak atsiri sebanyak 15 mg (10% dari
bobot krim yang dimasukkan dalam sumuran
sebesar 150 mg). Satu petri lagi dibuat 1 sumuran
berisi ketokonazol krim 2% sebanyak 150 mg.
Diinkubasi pada suhu 28°C selama 48 jam,
diamati dan diukur zona hambatannya.
Pembuatan kontrol. Kontrol media, Cawan petri
steril diisi media sabouraud yang akan dipakai
untuk inokulasi jamur sebanyak 20 mL. Kontrol
jamur, Jamur Candida albicans disuspensikan pada
media sabouraud yang akan digunakan.
Cara analisis
Analisis data dilakukan dengan statistik
anava satu jalan dilanjutkan uji t-LSD dengan taraf
kepercayaan 95% terhadap: Data hasil evaluasi
sifat fisik krim (viskositas, daya menyebar, daya
melekat, pH). Data diameter zona hambatan krim
minyak atsiri rimpang temu giring terhadap
Candida albicans.
Tabel I. Formula krim tipe M/A dan A/M
Formula krim (gram) Bahan F1 F2 K1 K2 Kontrol minyak atsiri
Cera alba - 9 - 10 -
Cetaceum - 11,25 - 12,5 -
Parafin liq - 50,4 - 56 -
Na tetraborat 0,18 0,45 0,2 0,5 -
Asam stearat 12,6 - 14 - -
Gliserin 9 - 10 - -
TEA 0,9 - 1 - -
Aquadest 67,32 19 74,8 21 -
Minyak atsiri 10 10 - - 10
Keterangan: F1= Krim tipe M/A dengan minyak atsiri 10% b/b; F2= Krim tipe A/M dengan minyak atsiri 10% b/b;
 K1= Kontrol krim tipe M/A tanpa minyak atsiri; K2= Kontrol krim tipe A/M tanpa minyak atsiri.
Tabel II. Hasil pengukuran uji sifat fisika minyak atsiri
Sifat Fisika Minyak Atsiri Hasil
Indeks bias minyak atsiri 1,63±0,0018
Bobot jenis minyak atsiri(g/mL) 0,96±0,0003
Tabel III. Hasil viskositas krim M/A dan A/M
Formula Viskositas (dPa-s)
F1 82,0±2,74
F2 159,0±2,24
K1 101,0±5,48
K2 203,0±4,47
F1 = Krim tipe M/A dengan minyak atsiri 10%; F2 = Krim tipe A/M dengan minyak atsiri 10%; K1 = Kontrol krim tipe
M/A; K2 = Kontrol krim tipe A/MFORMULASI KRIM MINYAK ATSIRI...............
60 Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi tanaman temu giring
Hasil determinasi tanaman temu giring
adalah sebagai berikut:
1b_2b_3b_ 4b_ 12b_ 13b_ 14b_ 17b_ 18b_ 19b_
20b_ 21b_ 22b_ 23b_ 24b_ 25b_ 26b_ 27a_ 28b_
29b_30b_31a_32a_33a_34a_35a_36d_37b_38b_39b
_41b_42b_44b_45b_46e_50b_51b_53b_54b_56b_57
b_58b_59d_72b_73b_74a_75b_76b_333b_335a_33
6a_ 337b_338a_ 339b_ 340a_ 207.Zingiberaceae
1a_2b_6b_7a_Curcuma
1b_4a_5a_Curcuma heyneana Val
Determinasi tanaman bertujuan untuk
memastikan kebenaran tanaman yang diteliti,
untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengambilan bahan penelitian serta mencegah
tercampurnya bahan dengan tanaman lain.
 Berdasarkan hasil determinasi diperoleh
kepastian bahwa rimpang yang digunakan dalam
penelitian berasal dari tanaman temu giring.
Pengukuran rendemen dan sifat fisika minyak
atsiri
Rendemen minyak atsiri hasil destilasi
dihitung dari perbandingan antara volume minyak
atsiri hasil penyulingan terhadap bobot bahan
yang didestilasi. Rendemen minyak atsiri rimpang
temu giring yang diperoleh sebesar 0,40±0,1380%
v/b
Sifat fisik krim
Viskositas krim M/A dan A/M
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu
cairan untuk mengalir, semakin besar tahanannya
maka viskositas juga semakin besar.
Tabel III terlihat bahwa F2 (krim tipe A/M)
memiliki viskositas yang lebih besar daripada F1
krim tipe (M/A), K1 memiliki viskositas lebih
besar daripada F1, hal ini berarti tahanan krim
A/M lebih besar daripada tipe M/A. Pengujian
dilanjutkan dengan uji t dengan taraf kepercayaan
95%. Hasilnya diperoleh bahwa antara F1 dengan
F2, dan F1 dengan K1 berbeda bermakna dengan
signifikansi (0,000<0,05). Hal ini berarti bahwa
dengan adanya perbedaan tipe krim dan
penambahan minyak atsiri berpengaruh terhadap
viskositasnya.
Daya menyebar krim M/A dan A/M
Tujuan dari uji daya menyebar (Gambar 1)
adalah untuk mengetahui kelunakan massa krim
sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan
sediaan ke kulit.
Pada gambar 1 terlihat bahwa dengan
adanya penambahan beban, diameter
penyebaranya juga semakin besar, sehingga
semakin besar juga luas penyebarannya. Dapat
dilihat juga bahwa diameter penyebaran F1 lebih
besar jika dibandingkan dengan F2, dan K1 lebih
besar daripada K2. Hal ini berarti dengan adanya
minyak atsiri dan penambahan beban dapat
meningkatkan luas penyebaran krim. Luas
penyebaran ini berhubungan dengan konsistensi
atau viskositas krim. Sediaan krim yang bagus
adalah dapat menyebar dengan mudah di tempat
aksi tanpa menggunakan tekanan, berarti krim
tipe M/A lebih mudah dioleskan dibandingkan
dengan krim tipe A/M.
Pengujian dilanjutkan dengan uji t dengan
taraf kepercayaan 95%. Hasilnya antara F1
dengan F2, K1 dengan K2, dan F1 dengan K1
terdapat perbedaan yang bermakna (signifikansi
0,000<0,05). Hai ini berarti adanya perbedaan
formula antara krim tipe M/A dan tipe A/M dapat
mempengaruhi diameter penyebaran, dan adanya
minyak atsiri pada basis dapat memperbesar
diameter penyebaranya.
Daya proteksik M/A dan A/M
Uji daya proteksi dilakukan untuk melihat
kemampuan proteksi atau perlindungan terhadap
pengaruh asing dari luar yang mengurangi
efektifitas dari salep tersebut.
Tabel IV menunjukkan bahwa F1 (krim
M/A) dapat memberikan proteksi lebih lama
karena sampai waktu 5 menit masih tidak
terdapat noda merah, sedangkan pada F2 (krim
A/M) hanya dapat memberikan proteksi sampai
menit ke 3 dan pada menit ke 5 telah timbul noda
merah.
Daya melekat krim M/A dan A/M
Tujuan uji daya melekat (Tabel 5) bertujuan
untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh
krim untuk melekat di kulit.
Tabel Vdapat dilihat bahwa K2 (kontrol
A/M) memiliki daya melekat yang lebih lama
daripada K1 (kontrol M/A), dan F2 (formula A/M)
memiliki daya melekat yang lebih lama daripada
F1 (formula M/A).
Dapat dilihat bahwa adanya minyak atsiri
rimpang temu giring dapat menurunkan daya
melekat krim, hal ini dipengaruhi oleh viskositas
dan karakteristik dari krim tersebut. Semakin
besar viskositas krim maka waktu melekat krim
pada kulit juga semakin lama. Peni Indrayudha
Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010 61
Pengujian dilanjutkan dengan uji t dengan
taraf kepercayaan 95%, hasilnya antara F1 dengan
F2, dan K1 dengan F1 terdapat perbedaan yang
signifikan (signifikansi 0,000<0,05), yang artinya
bahwa adanya perbedaan formula mempengaruhi
waktu melekat krim, dan adanya penambahan
minyak atsiri dapat mempercepat waktu melekat
krim di kulit. Semakin besar daya melekat maka
semakin lama krim melekat pada kulit dan
semakin banyak zat aktif yang terlepas dari
sediaan.
Pengukuran pH Krim M/A dan A/M
Uji pH (Tabel VI) bertujuan untuk
mengetahui keamanan sediaan pada waktu
digunakan. pH dilakukan dengan menggunakan
pH indikator universal yaitu dengan mencocokkan
warna yang terbentuk setelah dimasukkan ke
dalam krim dengan standar warna pH.
Pada penelitian ini didapatkan pH pada
basis krim M/A dan A/M memiliki pH 6, dan untuk
formula krim M/A dan A/M pH meningkat
menjadi 7, hal ini berarti adanya penambahan
F2
0
1
2
3
4
5
6
7
0 100 200 300 400 500
Beban (gram)
Diameter sebar (cm)
F Krim A/M
F Krim M/A
Kontrol A/M
Kontrol M/A
Gambar 1. Grafik hubungan antara beban (gram) dengan diameter sebar krim minyak atsiri rimpang
temu giring. Semakin berat beban yang ditambahkan semakin besar pula diameter sebarnya.
Tabel IV. Hasil Uji Kemampuan proteksi krim tipe M/A dan A/M
Formula 15 detik 30 detik 45 detik 60 detik 3 menit 5 menit
F1 - - - - - -
F2 - - - - - +
K1 - - - - - -
K2 - - - - - -
Keterangan : (-) menunjukan tidak ada noda merah, memberikan proteksi (+) menunjukkan adanya noda merah,
jumlah tanda (+) menunjukkan semakin jelas intensitas warna merah yang terbentuk, tidak memberikan proteksi.
Tabel V. Hasil Uji Daya Melekat Krim M//A dan A/M
Formula Daya melekat (detik)
F1 0,298±0,004
F2 0,524±0,025
K1 0,376±0,005
K2 0,588±0,001
Tabel VI. Hasil Pengukuran pH Krim M/A dan A/M
Formula pH
F1 7
F2 7
K1 6
K2 6 FORMULASI KRIM MINYAK ATSIRI...............
62 Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010
minyak atsiri dapat meningkatkan pH krim. pH 7
tergolong pH netral, tetapi berada diluar rentang
pH kulit dan vagina. Sehingga perlu dilakukan uji
iritasi terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada
kulit yang terinfeksi.
Daya antijamur terhadap Candida albicans
Gambar 2 menunjukkan bahwa candida
albicans masih sensitif terhadap obat antijamur,
dan ketokonazol krim 2% juga dapat digunakan
sebagai kontrol positif. Hasilnya ketokonazol
krim 2% sebanyak 150 mg mampu menghambat
pertumbuhan Candida albicans dengan
diameter zona hambatan sebesar 2,00±0,05 cm.
Gambar 3 menunjukkan bahwa minyak atsiri
rimpang temu giring 15 mg mampu menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans
dengan adanya zona hambatan pada media
dengan diameter hambatannya 2,30±0,12 cm.
Gambar 2. Hasil uji kontrol ketokonazol krim 2% sebesar 150 mg dengan diameter zona hambatan
sebesar 2,0±0,05 cm.
Gambar 3. Hasil kontrol minyak atsiri rimpang temu giring sebanyak 15 mg dengan diameter zona
hambatan sebesar 2,30±0,118 cm.
Gambar 4. Diameter zona hambat aktivitas antijamur krim minyak atsiri rimpang temu giring 10% b/b
tipe M/A (F1) dengan hambatan 1,84±0,07 cm dan tipe A/M (F2) dengan hambatan
1,70±0,07 cm. komposisi K1 dan K2 sama dengan F1 dan F2 tetapi tanpa penambahan
minyak atsiri sehingga tidak memberikan zona hambatan. Peni Indrayudha
Majalah Obat Tradisional, 15(2), 2010 63
Gambar 4 menunjukkan bahwa krim
minyak atsiri rimpang temu giring 10% b/b
dengan basis tipe M/A mempunyai daya antijamur
yang lebih besar (diameter zona hambatan
1,84±0,07 cm) daripada krim tipe A/M (diameter
zona hambatan 1,70±0,07 cm), sedangkan kontrol
basis A/M maupun M/A tidak memberikan
hambatan.
Tabel VII. Hasil Uji Aktivitas Antijamur Krim M/A
dan A/M
Formula Diameter Zona
Hambatan (cm)
Kontrol minyak atsiri 2,30±0,12
Kontrol Ketokonazol
krim 2% 2,00±0,05
F1 1,84±0,07
F2 1,70±0,07
Berdasarkan hukum fick yang menyatakan
bahwa zat aktif diabsorbsi di kulit secara difusi
pasif. Kecepatan difusi berbanding lurus dengan
koefisien partisi dan berbanding terbalik dengan
viskositas (Aulton, 2003). Semakin besar
viskositas maka kecepatan difusi minyak atsiri
keluar dari basis akan berkurang. Pada formula
krim M/A memiliki viskositas lebih rendah
(82±2,74 dPa-s) dibandingkan formula krim A/M
(159±2,24 dPa-s), sehingga kecepatan difusi krim
M/A lebih cepat daripada krim A/M.
Pada krim tipe M/A surfaktan yang dipakai
bersifat hidrofil, sehingga komponen minyak akan
teremulsi dalam air. Krim M/A akan lebih cepat
berdifusi ke media sabouraud yang juga bersifat
hidrofil. Sifat minyak atsiri yang non polar dan air
yang polar menyebabkan afinitas minyak dan air
kecil, sehingga partisi minyak keluar dari basis
akan lebih cepat daripada krim A/M
Pada krim A/M surfaktan bersifat lipofil,
sehingga komponen air akan teremulsi dalam
minyak. Krim A/M yang bersifat lipofil akan sulit
berdifusi ke media sabouraud yang bersifat
hidrofil, sehingga minyak atsiri yang memiliki
afinitas besar terhadap basis akan lebih sulit
berpartisi keluar dari basis.
Hasil yang diperoleh juga dianalisis dengan
uji t dengan taraf kepercayaan 95%. Hasilnya pada
F1 dengan kontrol minyak atsiri, F2 dengan
kontrol minyak atsiri (signifikansi 0,000<0,05)
dan F1 dengan F2 (signifikansi 0,033<0,05)
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
Hal ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan
formula krim minyak atsiri rimpang temu giring.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Krim A/M memiliki viskositas lebih besar
daripada tipe M/A. Daya menyebar dan daya
proteksi krim M/A lebih baik daripada krim A/M.
Daya melekat krim A/M lebih lama daripada krim
M/A. Krim M/A dan A/M memiliki pH 6-7 yang
tergolong pH netral.
Krim minyak atsiri rimpang temu giring
M/A (diameter zona hambatan 1,84±0,071 cm)
memiliki daya antijamur terhadap Candida
albicans yang lebih baik daripada krim A/M
(diameter zona hambatan 1,70±0,074 cm).
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C. H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Edisi IV, Universitas Indonesia
Press, Jakarta, 513-515
Aulton, M. E., 2003, Pharmaceutics The Science of
Dosage Form Design, Second Edition, ELBS
Fonded by British Government, 408
Clayton, C., 1996, Keputihan dan Infeksi Jamur
Kandida Lain, diterjemahkan oleh Dharma,
A., Budiyanto, Edisi V, Penerbit Arcan,
Jakarta, 51-53
Darmani, E. H., 2003, Hubungan Antara Pemakaian
AKDR dengan Kandidiasis Vagina di RSUP Dr
Pringadi Medan, (Online), (http://www.
library.USU.ac.id/download/FK.pdf, diakses
tanggal 30 November 2008)
Nurcahyo, A. D., 2003, Uji Aktivitas Antifungi
Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring
(Curcuma heyneana Val) Terhadap Candida
albicans, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tan, H. H., 2005, Superficial Fungal Infections Seen
at the National Skin Centre, Singapore,
(Online), (http://www.jsmm.org/jjmm96-
2_077.pdf,
Wicaksono, H., 2005, Formulasi Sediaan Krim
Minyak Atsiri Temu Kunci (Boesenbergia
pandurata (Roxb) Schletcher) dan Uji
Aktivitas Anti Jamur Secara In Vitro, Skripsi,
Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar